by

Aturan Seragam Sekolah, Guru Tak Sadar Menyimpang dari Permendikbud

JOGJA – Ketua ORI Perwakilan DIJ Budhi Masturi meminta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIJ mengecek kembali aturan seragam sekolah. Terutama untuk penerapan di sejumlah sekolah negeri. Setidaknya agar tetap mengacu pada Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014.

ORI, lanjutnya, mendapatkan laporan dari para orangtua siswa. Kaitannya adalah aturan seragam sekolah. Terutama yang terkait dengan seragam sekolah dengan identitas keagamaan.

“Seperti kasus yang sekarang ini (SMAN 1 Banguntapan) memang ada perbedaan dalam menerjemahkan Permendikbud. Ada perbedaan tapi detail perbedaan seperti apa nanti akan kita ekspos kalau sudah selesai,” jelasnya ditemui di Kantor ORI Perwakilan DIJ, Rabu (3/8).

Kondisi yang sama pernah dia temui di sekolah negeri di Kota Jogja. Sekolah jenjang menengah pertama ini menghilangkan satu kata dalam aturannya. Alhasil kebijakan seragam sekolah dengan identitas keagamaan terkesan wajib.

“Tata tertibnya kan kata dapatnya dihilangin untuk siswi perempuan dapat menggunakan gitu, tapi kemudian dihilangkan kata dapatnya jadi kesannya wajib itu tapi ini tidak seperti itu tapi memang kita cek berbeda,” katanya.

Dalam kasus SMAN 1 Banguntapan, ORI Perwakilan DIJ mendapatkan selebaran kepada orangtua siswa. Berupa contoh seragam bagi siswi muslim. Berupa seragam tertutup dan menggunakan jilbab dadi Senin hingga Jumat.

Pihaknya telah mengindikasikan kepada pihak sekolah. Hasilnya memang terbukti sebagai seragam dari SMAN 1 Banguntapan. Baik untuk seragam putih abu-abu, seragam batik hingga seragam pramuka.

“Enggak ada kata wajib cuma kemudian kan enggak diberikan pilihan. Hanya pilihannya musilm non muslim. Iya semua pakai itu dari Senin sampai Jumat enggak ada contoh pilihan lain,” ujarnya.

Budhi menegaskan aturan seragam tertuang tegas di Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014. Terdiri dari baju lengan pendek, rok dengan batas lutut untuk siswi. Adapula kerudung bagi siswi muslim. Artinya ada pilihan bagi siswi muslim dengan seragam non identitas keagamaan.

“Ada yang pakai kerudung ada yang tidak pakai. Itu di Permendikbud jelas yang tidak mengikuti ketentuan peraturan ini dikenakan sanksi,” tegasnya.

Terhadap kasus seragam di SMAN 1 Banguntapan, Budhi belum menemukan adanya indikasi pelanggaran. Hanya saja dia menemukan siswi tertekan depresi. Terutama atas aturan seragam maupun kebijakan visi misi sekolah.

Hasil investigasi juga menyebutkan guru tak mengetahui siswi depresi. Para guru, lanjutnya, meyakini bahwa itu adalah hal yang baik. Terlebih mendapati respon siswi tidak serta merta menolak sejak awal.

“Problemnya kan itu, termasuk apa yang kita lihat ekspresi anak ketika dimintai izin itu mereka menganggap hal itu fine-fine saja ternyata di dalam hati si anak itu ada ketertekanan dan itu terungkap dalam komunikasi orangtuanya,” katanya.

Para guru juga menjawab pertanyaan seputar gestur siswi. Berupa jawaban iya dengan intonasi datar. Adapula anggukan kepala yang pelan saat tawaran menggunakan jilbab.

“Nah itu kan bisa kita cermati lagi itu. Secara psikologis bahasa tubuh seperti itu bagaimana. Baru clue-clue,” ujarnya. (dwi/radarjogja)

Comment

Berita Lain-nya